
Maraknya Parkir Ilegal Mengganggu Ketertiban dan Mengancam Usaha. Praktik parkir liar telah menjadi permasalahan serius di Indonesia, dinilai merugikan masyarakat dan pengusaha. Sebagai respons, banyak netizen di berbagai platform media sosial telah memulai gerakan Tolak Parkir Liar sebagai bentuk protes.
Kasus yang kerap terjadi di supermarket adalah ketika ada spanduk yang menawarkan “Parkir Gratis”, namun para juru parkir liar tetap beroperasi di area tersebut tanpa mempedulikan tanda tersebut.
Gerakan ini telah tersebar luas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Padang, Medan, dan sejumlah kota lainnya.
Untuk yang belum familiar, gerakan Tolak Parkir Liar dilakukan dengan cara sederhana, yaitu tidak membayar kepada juru parkir liar.
Pegiat gerakan ini percaya bahwa semakin banyak orang yang menolak membayar parkir liar, maka lama-kelamaan praktik tersebut akan terhenti dengan sendirinya.
Rio Octaviano, Ketua IPA, menjelaskan bahwa perizinan parkir di minimarket dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang mengenakan biaya (bayar) dan yang tidak. Jika minimarket memiliki izin parkir berbayar, maka juru parkir harus memberikan tanda bukti resmi seperti karcis. Rio menyarankan agar jika konsumen minimarket tidak diberi tanda bukti resmi, mereka sebaiknya tidak membayar.
Rio juga menyoroti kendala penataan parkir minimarket yang disebabkan oleh kurangnya keterlibatan atau ketegasan Pemerintah Daerah terhadap ormas yang mengatur parkir.
Budiyanto, seorang pemerhati masalah transportasi dan hukum, mengingatkan bahwa retribusi parkir di minimarket sudah diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurutnya, pengelola minimarket sudah membayar retribusi untuk usahanya, termasuk untuk lahan parkir yang disediakan. Oleh karena itu, lokasi parkir yang tersedia seharusnya bebas biaya.
Budiyanto juga menegaskan bahwa juru parkir liar dapat dituntut berdasarkan Pasal 368 KUHP dan dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal sembilan tahun.